Selasa, 14 Juni 2011

Kesiapan Petani Menggunakan Pupuk Organik untuk Padi Sawah

Sumarno dan Unang G. Kartasasmita – Pusat Penelitian & Pengembangan Tanaman Pangan
Penggunaan pupuk organik yang dilupakan oleh petani sejak penerapan teknologi revolusi hijau pada tahun 1970-an, mulai digalakkan kembali oleh Kementerian Pertanian dan Pemprov/Pemkab, sejak tahun 2007.

Program Kementerian Pertanian untuk memasyarakatkan pemakaian pupuk organik diwujudkan berupa bantuan APPO, RPPO, Bantuan Langsung Pupuk Organik Granul/Cair (BLPOG-BLPOC), subsidi harga pupuk organik, dan pelatihan-penyuluhan penggunaannya. Untuk keberlanjutan penggunaan pupuk organik, petani harus mampu menyediakan sendiri kompos, agar pengangkutannya tidak jauh dari sawah petani.

Ketersediaan bahan pupuk organik dan kesiapan petani untuk menggunakan pupuk organik telah diteliti pada tahun 2010, menggunakan metode survei, di Jawa Barat (empat kabupaten), Jawa Tengah (3 kab.) dan Jawa Timur (3 kab.) dengan responden total 63 kelompok tani (Keltan).

Tujuan penelitian adalah mendapatkan informasi tentang: pemahaman petani akan manfaat pupuk organik (PO); penguasaan teknik pembuatan kompos; ketersediaan bahan organik untuk pembuatan PO; hambatan penggunaan PO; dan untuk merumuskan saran kebijakan dalam pemasyarakatan PO.

Sebagian besar anggota kelompok tani (Keltan) memahami manfaat PO secara empiris, yang disebutkannya: tanah lebih subur dan mudah dilumpurkan; tanaman padi lebih subur dan daun lebih hijau; hasil lebih tinggi dan gabah lebih berbobot; sebagian anggota Keltan juga menyebutkan tanaman padi lebih tahan terhadap hama-penyakit. Anggota Keltan yang aktif membuat PO masih rendah, di Jawa Barat rata-rata: 23%; Jawa Tengah: 15%; dan Jawa Timur: 40%.

PO yang dibuat juga belum mencukupi dosis yang dianjurkan, yaitu di Jabar rata-rata hanya 0,42 t/ha (15% dari dosis anjuran); Jateng: 0,40 t/ha (20%); Jawa Timur: 1,2 t/ha (48%). Rata-rata 3 provinsi aplikasi PO adalah 0,7 t/ha/musim atau baru mencapai 27% dosis anjuran. Seluruh responden anggota Keltan belum ada yang mengetahui berapa kandungan hara N, P dan K dalam PO.

Ketersediaan bahan organik untuk pembuatan PO di rumah tangga petani sangat sedikit, di Jawa Barat rata-rata anggota Keltan ketersediaan kotoran hewan (kohe) 0,95 t/ha/tahun; hijauan pekarangan 1,80 t/ha/th; di Jawa Tengah kohe 0,94 t/ha/th; hijauan pekarangan 1,40 t/ha/th; di Jawa Timur, kohe 3,0 t/ha/th; dan hijauan pekarangan 1,1 t/ha/th. Hanya kohe yang digunakan untuk pembuatan kompos sebagai PO, sedangkan hijauan dari pekarangan tidak digunakan untuk pembuatan kompos atau untuk PO.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar