KELEMBAGAAN PENYULUHAN

UU NO 16 TAHUN 2006 TENTANG KELEMBAGAAN PERTANIAN
ebagai tindaklanjut Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan oleh Presiden RI pada bulan Juli 2005, pada tanggal 3 Desember 2005 di Sumatera Selatan. Menteri Pertanian telah mencanangkan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian (RPP). Revitalisasi Penyuluhan Pertanian adalah suatu upaya mendudukkan, memerankan dan memfungsikan serta menata kembali penyuluhan pertanian agar terwujud kesatuan pengertian, kesatuan korp dan kesatuan arah kebijakan. Keberhasilan pelaksanaan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian memerlukan dukungan dari berbagai pihak, baik pemerintah Pusat, Pemda (Provinsi dan Kab/Kota) maupun masyarakat pelaku usaha pertanian, khususnya dukungan sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas dan handal. Peningkatan kualitas SDM pertanian dan pelaku usaha pertanian lainnya dapat ditempuh melalui kegiatan penyuluhan pertanian. Program RPP difokuskan pada beberapa sub program, yaitu: (1) penataan kelembagaan penyuluhan pertanian; (2) peningkatan kuantitas dan kualitas penyuluh pertanian; (3) peningkatan kelembagaan dan kepemimpinan petani; (4) pe-ningkatan sistem penyelenggaraan penyuluhan pertanian; dan (5) pengem-bangan kerjasama-jejaring kerja penyuluhan pertanian dan agribisnis.
Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K) No. 16 Tahun 2006 telah disyahkan oleh DPR-RI pada tanggal 18 Oktober 2006. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian saat ini sebagaimana yang diamanatkan oleh UU SP3K tersebut adalah: diperlukan penataan kelembagaan penyuluhan pertanian pemerintah dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan; sumber dana bagi penyelenggaraan penyuluhan pertanian di daerah merupakan kontribusi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota guna membiayai kegiatan-kegiatan penyuluhan pertanian secara komprehensif. Oleh karena itu dalam pengalokasian dana penyuluhan pertanian harus berprinsip pada sinergitas dan memerlukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi antara Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.
Pada tahun anggaran 2006 Badan Pengembangan SDM Pertanian memperkuat kegiatan Revitalisasi Penyuluhan Pertanian di 32 provinsi yang mencakup 434 kabupaten/kota dengan dukungan dana dekonsentrasi. Dalam rangka menyikapi terbitnya UU SP3K No. 16 Tahun 2006 dan menghadapi program kerja tahun 2007 serta untuk mengetahui sampai sejauhmana tingkat keberhasilan penyelenggaraan penyuluhan pertanian, maka perlu diadakan evaluasi kegiatan penyuluhan pertanian yang dikelola oleh Satker Badan Pengembangan SDM Pertanian untuk Program Peningkatan Kesejahteraan Petani di provinsi dan kabupaten/kota penyuluhan pertanian. Hasil evaluasi tersebut akan digunakan sebagai penyempurnaan penyelenggaraan penyuluhan pertanian dimasa yang akan datang.
Tujuan Forum Koordinasi Penyuluhan Pertanian adalah :
1.     Mensosialisasikan UU SP3K No. 16 Tahun 2006 kepada pengelola kegiatan penyuluhan pertanian di daerah;
2.     Mendiskusikan persiapan penerapan UU SP3K No. 16 Tahun 2006 dan implikasinya dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian ke depan;
3.     Mengetahui kinerja kegiatan RPP di daerah;
4.     Menganalisis permasalahan dalam penyelenggaraan RPP;
5.     Mengetahui tingkat efektivitas dan effisiensi penyelenggaraan penyuluh pertanian di 32 provinsi.

Kembali ke atas



Undang-Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (SP3K) telah disahkan oleh Komisi IV DPR-RI
Setelah sekian lama akhirnya Rancangan Undang-undang SP3K telah disahkan oleh Komisi IV DPR-RI pada tanggal 18 Oktober 2006 menjadi UU No.16 Tahun 2006.
UU-SP3K Nomor. 16 Tahun 2006 merupakan satu titik awal yang cerah dalam pemberdayaan para petani, khususnya bagi para penyuluh pertanian PNS, Swasta, dan penyuluh pertanian Swadaya. Titik awal ini harus kita syukuri dan cermati dengan baik sehingga mendorong semangat kita untuk bekerja lebih baik.
Beberapa hal yang paling mendasar dalam UU-SP3K Nomor : 16 Tahun 2006 antara lain yang tercantum dalam konsideran, yang mengamanatkan bahwa penyuluhan sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum, merupakan hak azasi warga negara Republik Indonesia dan kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakannya, sehingga sangat jelas bahwa penyuluhan di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan merupakan kewajiban pemerintah dan merupakan hak bagi petani.
Implementasi UU-SP3K harus direspon dengan baik oleh semua jajaran pertanian, perikanan, dan kehutanan di pusat maupun daerah untuk membangun sistem penyuluhan dan penyelenggaraan penyuluhan yang terintegrasi. Untuk mencapai hal ini, perlu adanya sosialisasi yang luas kepada seluruh pemangku kepentingan untuk membangun kesamaan persepsi dalam operasionalisasinya sehingga penyelenggaraan penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan produktif, efektif dan efisien di setiap tingkatan dalam satu kelembagaan yang kuat, didukung oleh sumberdaya yang memadai dan penyuluh yang profesional. Selanjutnya implementasi UU-SP3K tidak dapat mengabaikan aspek-aspek hukum, sosial, budaya, politik, dan ekonomi, yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu semua aspek tersebut perlu dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya dan ditangani dengan bijaksana.
Sesuai dengan UU No.32/2004, penyuluhan pertanian merupakan kewenangan optional, sehingga dalam implementasinya merupakan urusan bersama antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang dibagi-bagi dengan menggunakan kriteria, yaitu : externalitas, efektivitas dan accontabilitas. Oleh karena kegiatan penyuluhan sebagian besar berada di kabupaten/kota, maka kelembagaan penyuluhan di provinsi lebih lanjut bersifat koordinatif. Badan Koordinasi Penyuluhan Provinsi lebih bersifat melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh dinas-dinas, sedangkan dinas-dinas lebih terfokus pada pelayanan dan pembuatan kebijakan.
Rekomendasi materi penyuluhan bukan dimaksudkan untuk memasung kreativitas penyuluh pertanian melainkan untuk menjaga akuntabilitas pengembangan sumberdaya manusia dan pelestarian lingkungan.
Undang-Undang SP3K tidak memberikan sanksi pidana, namun berupa sanksi administratif bagi penyuluh pertanian PNS yang didasarkan pada peraturan kepegawaian yang berlaku dengan memperhatikan pertimbangan organisasi profesi dan kode etik penyuluh, dan sanksi administratif berupa pencabutan sertifikasi bagi penyuluh swasta dan swadaya.
Hubungan diantara kelembagaan penyuluhan di setiap tingkatan bersifat teknis fungsional, sehingga dapat menembus kisi-kisi organisasi secara lebih luwes dan efektif.
Kembali ke atas