KEBIJAKAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENYULUHAN PERTANIAN DAN PEMOTIVASIANNYA UNTUK KINERJA PENYULUH
Kebijakan adalah apa yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. Menurut PBB yang dikutif Wahab (2004) kebijakan diartikan sebagai pedoman untuk bertindak. Sedangkan Carl Friederick dalam Winarno (2004 : 16) memandang kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan sesorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu. Winarno (2003 : 28-31) Kebijakan publik merupakan proses yang sistematis melalui tahapan-tahapan penyusunan agenda kebijakan, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan tahap evaluasi kebijakan. 
Islami (2001) Kebijakan negara itu adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan untuk kepentingan masyarakat. Selanjutnya Santoso dalam Winarno (2003 : 170) menyimpulkan bahwa setiap kebijakan/tindakan pemerintah dapat disebut sebagai kebijakan publik. Kebijakan negara dapat berupa peraturan perundang-undangan, pidato-pidato pejabat teras negara, atau berupa tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik/kebijakan negara merupakan pedoman yang tertulis berupa peraturan perundang-undangan maupun yang tidak tertulis seperti pidato pejabat negara dan tindakan-tindakan pemerintah untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan dengan tujuan untuk kepentingan masyarakat.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan dalam kurun waktu tertentu (Wlliam Dun 1999). Implementasi kebijakan lebih bersifat praktis, berkaitan erat dengan politik, administrasi, kekuasaan, kepentingan dan strategi para pelaku kebijakan. Implementasi kebijakan merupakan tindak lanjut setelah kebijakan ditetapkan guna mewujudkan satu program atau kebijakan menjadi kenyataan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam kebijakan tersebut.
Implementasi kebijakan merupakan suatu proses penjabaran kebijakan yang bersifat makro (abstrak) menjadi kebijakan yang bersifat kongkrit (mikro). Oleh karena itu proses implementasi kebijakan lebih penting dari seluruh kegiatan proses kebijakan. Setiap ada perubahan implementasi kebijakan akan berpengaruh terhadap kinerja penyuluhan pertanian, gejala ini oleh Andrew Dunsire yang dikutif Wahab (2004 ) dinamakan sebagai implementation gap yaitu suatu keadaan di mana dalam suatu proses kebijakan selalu akan terbuka kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan dengan apa yang senyatanya dicapai sebagai hasil dari pelaksanaan kebijakan tersebut.
Menurut Winarno (2004) ada enam kebijakan yang mempunyai potensi menimbulkan masalah, yakni, kebijakan baru, kebijakan yang didesentralisasikan, kebijakan kontraversial, kebijakan yang komplek, kebijakan yang ditetapkan oleh pengadilan dan kebijakan yang berhubungan dengan krisis. Selanjutnya Edwars III dalam tangkilasan (2003 : 120) mengemukakan empat dimensi kritis yang perlu diperhatikan dalam implementasi kebijakan. Keempat dimensi tersebut antara lain : komunikasi, sumberdaya, disposisi dan birokrasi. Agar implementasi kebijakan menjadi efektif maka keempat faktor kritis di atas secara simultan harus dipenuhi sebagaimana mestinya, karena jika salah satu faktor saja tidak baik maka implementasi suatu kebijakan sangat dimungkinkan tidak berjalan secara efektif, artinya tujuan penyuluhan yang maksimum tidak akan tercapai. Karena untuk mencapai tujuan yang efektif dari suatu kebijakan diperlukan implementator yang memahami keputusan kebijakan yang akan diimplemetasikan. Kebijakan tersebut harus konsisten serta sesuai dengan harapan para pelaksana sehingga tumbuh sikap positif dari mereka dan didukung oleh sumber dana, dan sumberdaya yang cukup kualitas maupun kuantitasnya, kemudian birokrasi yang ada harus sederhana yang menjamin mereka mudah mendapatkan bimbingan dan pelayanan manakala mendapat kesulitan kapan saja dan di mana saja dalam situasi apapun.