Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan era globalisasi membuat aliran informasi dapat dengan cepat diakses oleh seluruh masyarakat. Tentunya kita tidak bisa membendung tren yang terjadi di peradaban modern seperti ini, dimana setiap orang menjadi sangat bergantung terhadap kepada teknologi. Nah, fenomena globalisasi dan perkembangan teknologi informasi ini pastinya membawa dampak positif dan negatif dalam masyarakat. Salah satu imbasnya adalah pada perkembangan perilaku sosial masyarakat, yang tentunya juga berhubungan dengan perkembangan karakter individu.
Menurut M. Dawam Raharjo (seperti dikutip dalam artikel yang ditulis oleh Aan Hasanah) menjelaskan bahwa peradaban modern dibangun dalam empat pilar utama, yakni mother culture (induk budaya) agama yang kuat, sistem pendidikan yang maju, sistem ekonomi yang berkeadilan, serta majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang humanis. Dimana juga dijelaskan dalam artikel tersebut bahwa sebetulnya empat pilar ini, kalau kita amati, sudah dimiliki oleh bangsa Indonesia. Tantangannya adalah bagaimana masing-masing pilar ini bisa difungsikan secara terpadu untuk mengembangkan karakter dan membangun peradaban modern yang tetap berakar pada budaya dan nilai luhur bangsa.
Dari sisi budaya dan agama, sebetulnya Indonesia sudah memiliki modal yang kuat untuk membangun sebuah peradaban modern. Sistem ekonomi, pendidikan dan perkembangan teknologi sebenarnya juga terus berjalan meski masih terus dilakukan perbaikan sistem, pembangunan infrastruktur dan sarana pendukung lainnya. Hanya saja perlu diperhatikan betul bahwa seluruh pilar ini saling terkait, jadi bisa bikin masalah besar jika pengembangannya berjalan timpang dan tidak terpadu. Ibarat satu bangunan peradaban yang salah satu pilarnya tidak dibangun dengan kualitas yang sama dan terpadu dengan tiga pilar lainnya, maka bangunan itu bisa runtuh.
Salah satu isu pentingnya pengembangan karakter muncul dari problem sosial yang banyak bisa ditemui di masyarakat, ambil contoh di kalangan muda. Kaum muda, yang umumnya adalah para pelajar dan mahasiswa sekarang sudah sangat akrab dengan teknologi dunia maya yang memberi kemudahan bagi mereka untuk mengakses segala bentuk informasi secara global. Di usia muda dengan rasa ingin tahu yang sangat tinggi, sangat rentan pula informasi negatif dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku sosial, terutama di usia yang belum matang betul tingkat rasionalitas dan emosionalnya. Maka ancaman perusakan karakter ini perlu di-antisipasi melalui sistem pendidikan yang tidak hanya mengedepankan kompetensi akademik, namun juga memperhatikan aspek pengembangan karakter.
pada dasarnya pengembangan karakter, dengan pola pendekatan apapun, harus tetap berlandaskan pada nilai-nilai universal. Josephson Institute mengembangkan pendekatan pendidikan karakter melalui nilai universal yang dianggap tidak bias secara politik, agama, maupun budaya. Pendekatan yang digunakan dikenal dengan enam pilar karakter yang meliputi: (1) Trustworthiness (keterpercayaan);(2) Respect (rasa hormat dan menghargai); (3) Responsibility (tanggung jawab); (4) Fairness (kejujuran); (5) Caring (kepedulian); dan (6) Citizenship (kewarganegaraan).
Penanaman nilai universal dalam pendidikan karakter tentunya harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan, tidak hanya pada pendidikan usia dini-menengah, namun juga harus terus berlanjut di perguruan tinggi. Mengapa demikian? Kita dapat melihat bahwa kebanyakan mahasiswa baru di tahun pertama belum sepenuhnya memiliki karakter adult learner seperti yang diharapkan. Fakta ini banyak dijumpai dari banyaknya mahasiswa baru yang justru terjebak dalam problem akademik/perkuliahan di tahun pertama hanya karena mereka belum sanggup memilah antara professional life (dalam peran akademik-nya sebagai mahasiswa) dan personal life (dalam kehidupan pribadi yang memasuki awal kedewasaan). Keberadaan teknologi informasi, seperti yang disinggung di awal, juga belum dapat dimanfaatkan secara bertanggungjawab. Bahkan lebih banyak dimanfaatkan hanya sebatas untuk kepentingan hiburan dan interaksi sosial semata dibandingkan dengan penggunaannya untuk meningkatkan kompetensi akademik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar